Candi Jawi
Bacpacker ke Candi jawi
Candi jawi berada pada jalur strategis menuju tempat wisata Air Terjun Kakek Bodo.
> Dari Surabaya, dapat naik bus jurusan Malang. Turun di Terminal Pandaan. Biaya Rp 5.000,-
> Dari Terminal Pandaan dapat naik ojek ke Candi Jawi dengan biaya Rp 5.000,- sekali jalan. Atau bisa juga naik angkot yang mengarah ke Air Terjun Kakek Bodo dan turun di Candi Jawi.
> Dari Malang, dapat naik bus jurusan Surabaya, turun di Terminal Pandaan dan perjalanan dapat diteruskan dengan naik ojek atau angkot.
> Jika berkendara sendiri, dari Surabaya atau Malang dapat langsung mengarahkan kendaraan ke Pandaan, arah yang menuju ke Air Terjun Kakek Bodo
Candi
Jawi disebut di Negarakertagama dengan nama Jajawi dan bisa dikatakan
kalau nama Candi Jawi hampir tidak pernah berubah. Mempunyai alas
berukuran 14,24 m x 9,55 m dan memiliki tinggi 24,50 m.
Candi Jawi berdiri diatas teras tinggi yang dikelilingi oleh parit.
Berbeda dengan Candi Sanggrahan, teras tinggi di Candi Jawi ini walaupun
sama – sama terbuat dari batu bata namun polos tanpa hiasan apapun.
Candi
Jawi berada di lereng Gunung Welirang, namun pintu masuknya menghadap
ke timur membelakangi Gunung Penanggungan. Beberapa ahli menganggap hal
ini karena dipengaruhi unsur agama Buddha mengingat Candi Jawi bercorak
Syiwa – Buddha.
Sedangkan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa Candi Jawi bukan
merupakan tempat pemujaan kepada Dewa karena membelakangi gunung.
Candi
Jawi ini merupakan candi yang unik karena menggunakan dua macam batu
yang berbeda. Hal ini dikarenakan Candi Jawi dibangun pada masa dua
kerajaan yang berbeda, Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit.
Pada
masa pemerintahan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosari, Candi Jawi
dibuat menggunakan batu andesit yang memang banyak terdapat di Gunung
Welirang. Hal ini masih dapat dilihat pada bagian kaki candi. Pada tahun
1253 Saka atau 1331 masehi, Candi Jawi tersambar petir dan setahun
kemudian Raja Hayam Wuruk membangunnya kembali.
Pada
saat pembangunan kembali inilah batu putih digunakan. Batu putih
tersebut diduga didatangkan dari pesisir utara Pulau Jawa dan dari Pulau
Madura. Batu putih digunakan untuk membangun kembali badan candi.
Sedangkan pada bagian atap candi menggunakan batu andesit dan batu
putih. Masih pada zaman Majapahit, pada sekeliling Candi Jawi juga
dibangun parit serta pagar tembok keliling candi dari bahan batu bata.
Pada
bagian dinding tubuh candi terdapat relung – relung berbentuk persegi
dengan hiasan kalamakara kecil pada bagian atasnya. Sayangnya, relung –
relung ini kosong karena kesemua arcanya telah dipindah ke museum dan
Hotel Tugu Park, Malang.
Pada
tahun 1938 – 1941, pemerintah Hindia – Belanda mencoba memugar kembali
Candi jawi, namun terhenti karena bentuk Candi Jawi yang telah rusak
parah dan banyak batu penyusunnya yang hilang.
Pada
Pelita II tahun 1975/1976, Candi jawi kembali dipugar dan atas jasa
salah seorang pekerja yang bernama Mbah karto plewek dari Prambanan,
batu – batu Candi Jawi yang hilang bisa kembali diketemukan. Pemugaran
selesai tahun 1980 dan pada tahun 1982, Candi jawi diresmikan dan dibuka
sebagai objek wisata sejarah.
Walaupun
selesai dipugar, nyatanya hanya candi utama saja, sedangkan ketiga
candi perwara yang terletak didepan candi utama (Candi Jawi) tidak dapat
dpugar, kemungkinan besar karena banyak batunya yang hilang. Candi
Perwara Candi Jawi sekarang hanya menyisakan beberapa balok batu yang
disusun seperti altar dan terletak didepan Candi Jawi (dua candi perwara
lainnya sudah hilang).
Candi
Jawi memiliki relief yang unik. Tidak seperti kebanyak candi lainnya
yang reliefnya menceritakan suatu kisah, relief di Candi Jawi malah
menggambarkan keadaan sekitar candi (seperti Candi Jawi beserta ketiga
candi perwaranya) dan ada juga relief cerita tentang pendeta wanita.
Relief – relief yang dipahatkan di kaki candi ini sangat tipis dan
sangat sulit dibaca, bahkan para ahli sejarah kurang tahu cerita yang
terkandung dalam relief – relief tersebut.
Pada
bagian belakang pos jaga, terdapat ruangan kecil yang digunakan untuk
menempatkan bebatuan candi yang tak dapat disusun lagi. Disampingnya
terdapat dua toilet, benar – benar kejutan menemukan toilet di candi
kecil seperti ini setelah sebelumya juga menemukan toilet di Candi Pari.
Parit
yang mengelilingi candi menjadi kendala tersendiri, apalagi jembatannya
juga cuma satu dan langsung mengarah ke depan candi. Alhasil, kalau
berputar – putar di halaman candi seluas 40 x 60 m2 ini kita harus berjalan lagi ke depan, melewati parit yang dalam yang penuh akan bunga teratai.
Karena kesorean, kami tak bertemu juru peliharanya, namun Candi Jawi
masih terbuka dan sering dijadikan tempat refreshing sejenak bagi
karyawan pabrik di sekitar Pandaan – Tretes yang memang di daerah
tersebut banyak terdapat pabriknya.
Walaupun berada di tepi jalan strategis menuju Air Terjun
Kakek Bodo, nyatanya banyak wisatawan yang cuma melewatkannya begitu
saja. Terbukti dengan pertanyaan temanku mengenai bangunan putih di tepi
jalan. Padahal, Candi Jawi ini menyolok mata dengan warna putihnya yang
anggun (Candi manalagi yang terbuat dari batu putih selain Candi Jawi
[Candi Kalasan tidak dihitung karena hanya menggunakan brajalempa]).
Candi Jawi
Sekali – kali mengunjungi candi yang indah ini tak ada salahnya, sembari menikmati udara pegunungan ditambah pemandangan yang indah akan Gunung Penanggungan dan Gunung Welirang. Namun, pada akhirnya, mendung dari Sidoarjopun yang menjadi hujan di Treteslah yang memaksa kami mengakhiri kunjungan ke Candi Jawi ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar