Kamis, 30 Mei 2013

candi planggatan

Candi Planggatan


Candi Planggatan

Hm, Setelah kepagian mengunjungi Candi Sukuh. Tujuan selanjutnya adalah Candi Planggatan. Dari halaman parkir Candi Sukuh terpampang sebuah papan putih kusam, kecil  dan teronggok di pojok bertuliskan Candi Planggatan. Sederhana, terlalu sederhana malah dan arah yang ditunjukkan tergolong ambigu.


Bacpacker ke Candi Planggatan

Untuk ke Candi Planggatan bukan perkara mudah, jarak yang tak tentu, dan tak adanya petunjuk jalan lain, apalagi jalan ke sana penuh tanjakan dan turunan curam serta jalan yang rusak disana – sini.

   >  Seperti yang sudah saya singgung di artikel Karanganyar, jika tak berkendara sendiri, satu – satu cara ke sini adalah dengan naik ojek. Untuk ke Candi ini, saya harus nambah biaya Rp 10.000,- dari kesepakatan awal setelah sebelumnya tawar – menawar.


Sebelumnya bertanya tentang bapak petugas Candi Sukuh tentang Candi Planggatan, dan hanya mendapat jawaban jarak Candi Sukuh – Candi Planggatan sekitar 4 – 5 km. Sepeda motor sering bergetar takala melewati jalanan yang rusak parah dan di kanan jalan sudah ada jurang yang siap menanti. Mas ojek yang sudah berpengalaman tampak tenang – tenang saja dan akhirnya jalan berubah menjadi jalan beton yang sempit, memasuki perumahan penduduk dan dikanan jalan tampak sebuah papan putih kehijauan yang sudah lusuh. Tibalah kami di Candi Planggatan.

                                                           Batu - Batu Candi Planggatan

Candi Planggatan hanya tinggal reruntuhannya saja, dimana ada beberapa pohon besar tumbuh diatas bebatuan gundukan batu yang merupakan batuan candid an bagian inti candi. Relief – relief candi tersebar di beberapa tempat, menyembul diantara tanah atau tersembunyi di balik batuan padas yang besar. Dan adanya yoni kecil yang rusak menandakan bahwa tempat ini adalah peninggalan Hindu.

Tak ada papan informasi di sini. Petugas penjaga yang bernama Pak Paryono juga sedang tidak ada. Walaupun tahu jalan ke sini, mas – mas ojek tak tahu menahu mengenai sejarah candi ini. Last Option internetlah sumber informasinya.

Candi Planggatan (Di papan Candi tertulis Situs Planggatan) berada di Dusun Tambak, Desa Plangatan, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi Planggatan berada pada ketinggian 910 meter, berada di lahan seluas 4.460m2 yang dulunya merupakan tanah kas desa yang ditanami rumput gajah untuk pakan ternak. Setelah penemuan candi ini, maka BP3 Jawa Tengah mengambil alih kepemilikan tanah dan menetapkan Candi Planggatan sebagai Cagar Budaya.

Pada tahun 1985, BP3 melakukan penggalian sebanyak dua kali dan mendapati bahwa candi menghadap ke barat. Setelah itu tak ada penelitian lebih lanjut (kemungkinan tak adanya dana).

Diantara beberapa relief yang ada salah satunya menggambarkan sengkalan memet (sandi angka tahun) berupa Gajah Wiku, yaitu sosok setengah gajah, setengah manusia dengan belali ke bawah dan memakan bulan sabit dengan pakaian seorang wiku/ pendeta. Relief ini dibaca “Gajah wiku mangan wulan” dan diartikan 1378 caka atau sama dengan 1456 Masehi. Selisih 19 tahun dengan Candi Sukuh yang selesai tahun 1437 Masehi.

Disamping kanan relief gajah Wiku ini, terdapat prasasti berhuruf dan berbahasa kawi sebanyak empat baris yang berbunyi :

"padamel ira ra
ma balanggadawang
barnghyang punu
n dah nrawang"

Terjemahannya :
"Pembuatannya Rama Balanggadawang bersamaan dengan Hyang Panunduh Nrawang"

Sayang sekali, relief gajah wiku kurang jelas akibat tertutup tanah dan relief di Candi Planggatan yang tipis dan serupa dengan relief – relief di Jawa Timur. Hal ini tak begitu mengherankan karena Candi Planggtan sendiri di bangun oleh prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit sebelum moksa ke Gunung Lawu.

Candi Planggatan juga sering dikunjungi orang untuk bersemedi walau tidak sebanyak orang yang bersemedi di Situs Menggung.


Candi Planggatan pernah diteliti oleh tim arkeologi dari Belanda pada tahun 1842. Tim ini meneliti situs purbakala di sekitar Gunung Lawu, termasuk Candi Ceto, Candi Sukuh, Candi Kethek serta beberapa candi lain yang belum sempat dinamai.

Diantara semua candi yang pernah saya kunjungi, candi ini adalah candi dengan nyamuk terbanyak. Begitu melangkahkan kaki sudah dikerumuni nyamuk. Nyamunknya besar – besar dan ganas. Mungkin candi yang lembab, teduh, banyak pohonnya jadi tempat yang ideal buat habitat para nyamuk ini. Hal ini pula yang mebuat ibu dan adik saya tidak betah berlama – lama di sini [ padahal saya masih betah :) ]. Disarankan untuk memakai lotion anti nyamuk sebelum kemari.

Harap diingat pula, perlu kesabaran untuk ke candi ini, selain masalah jalan dan miimnya papan informasi, masalah lainnya adalah minimnya juga penduduk yang tahu akan keberadaan candi ini. Tersesat sudah pasti. Jadi jangan malu – malu untuk bertanya ke penduduk sekitar, lagi dan lagi sampai Ketemu yang namanya Candi Planggatan ini.

                                                                     Candi Planggatan

          Sepertinya pemerintah setempat belum tergerak untuk mendanai Candi Planggatan hingga dapat direnovasi secara utuh. Apalagi jika ditilik dari batuan pagar pembatas candi yang brukuran besar, pastinya candi ini kelak akan berukuran besar. Ditambah, letak candi ini begitu strategis, karena dekat dengan Candi Sukuh, air terjun Jumog dan berada pada jalur alternatif menuju Tawangmangu serta pariwisata baru yang mulai dikembangkan, Telaga Madirdo.

makam sunan giri

Makam Sunan Giri


Hm, Makam Sunan Giri terletak di Bukit Giri, Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Bacpacker ke Makam Sunan Giri
  >  Untuk kesini, dari arah Surabaya bisa naik bus jurusan Gresik. Dari Terminal Gresik bisa naik angkot menuju Makam Sunan Giri.
  >  Dari pelataran parkir, untuk menuju makam bisa menggunakan ojek, dokar atau jalan kaki mendaki ratusan anak tangga ke atas bukit
Sejarah Singkat
            Sunan Giri yang juga bernama Raden paku lahir di Blambangan pada tahun 1442. Sunan Giri sendiri merupakan anak dari Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi
Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan Majapahit.
            Maulana Ishaq yang menjadi ulama di Pasai menyuruh Raden Paku mendirikan pesantren di Gresik. Pesantren tersebut bernama Giri kedaton dan terletak di Bukit Giri. Giri sendiri berarti Gunung. Raden paku mengangkat dirinya sebagai pemimpin bergelar Prabu Satmata, atau Sunan Giri I. Lama – kelamaan Pesantren Giri Kedaton semakin berkembang dan menjadi Kerajaan Islam kecil yang tetap bernama Giri Kedaton.
 
            Sunan Giri sendiri merupakan murid dari Sunan Ampel. Selain mendakwah, Sunan Giri menciptakan beberapa kesenian, diantaranya adalah permainan anak Jelungan, Lir - Ilir dan Cublak – Cublak Suweng, serta beberapa gending seperti Asmaradana  dan Pucung. Sayang sekali, beberapa diantaranya terancam punah seperti permainan tradisonal yang sekarang jarang dimainkan oleh anak – anak, bahkan banyak yang tak tahu permainan tersebut (tahunya cuma main PS aja).
Makam Sunan Giri Kini
            Seperti makam walisongo lainnya, disini telah tersedia tempat parkir khusus bus peziarah dan wisatawan. Seperti yang saya ulas diatas, Makam Sunan Giri berada di atas bukit, maka dari itu dari tempat parkir kita harus berjalan mendaki keatas. Jangan khawatir capek, karena disini banyak tersedia dokar atau ojek yang siap mengantar wisatawan ke makam. Tarif ojek Rp 2.000,- sekali jalan dan dokar ± Rp 10.000,- untuk perjalanan turunnya, tergantung juga berapa kita menawar dan seberapa banyak penumpangnya (jika perjalanan naik, maka harganya lebih mahal).
            Sehabis naik ojek atau dokar, kita harus naik anak tangga lagi untuk menuju makam. Di sepanjang anak tangga banyak terdapat pedagang makanan dan cinderamata serta yang tak ketinggalan adalah para pengemis yang menyemut.
            Diantara anak tangga ini terdapat gapura bentar dari batu bata dengan hiasan gunungan di kaki gapura serta terdapat patung singa dalam keadaan aus (rusak). Di anak tangga ini terdapat banyak pohon, diantaranya pohon asam yang dari penuturan penduduk setempat merupakan pohon asam yang ditanam Sunan Giri kala masih hidup. Bahkan, masyarakat sekitar berujar bahwa mereka tidak berhak atas tanah di sekitar Makam Sunan Giri dan tanah tersebut masih milik Sunan Giri. Sekarang, daerah di sekitar makam Sunan Giri dikelola oleh Yayasan Sunan Giri, tapi apakah pemilik yayasan merupakan penerus dari Giri Kedaton setelah serangan VOC tahun 1680 yang membuat Kerajaan Giri Kedaton berakhir, hm, perlu banyak tanya lagi….

            Makam Sunan Giri sendiri berada di dalam cungkup yang dihiasi banyak ornamen dengan motif sulur tanaman. Pintu masuk makam dibuat rendah sehingga pengunjung harus merunduk agar tidak terbentur. Hal ini disengaja sebagai penghormatan kepada Sunan Giri. 

Komplek Makam Sunan Giri berada pada teras paling tinggi dan dikelilingi banyak makam lainnya. Sebagai pembatas antar teras digunakan batu bata dan rongganya diisi batu koral. Hal ini mengingatkan saya akan Candi Gembirowati di Yogyakarta dan Makam Sunan Drajat.
Beberapa oleh – oleh yang banyak dijajakan adalah keripik bayam. Bayam dibalut tepung dan digoreng kering, hasilnya mirip rempeyek dan rasanya keras di beberapa bagian (tidak disarankan sebagai oleh – oleh untuk kakek dan nenek di rumah :P ). Bisa juga membeli aneka makanan tradisonal khas Gresik. Karena berada di tempat wisata, harganya diberandol agak tinggi padahal jumlahnya sedikit dan kecil – kecil.
Hal paling berkesan disini adalah saat naik dokar malam hari dengan penerangan lampu teplok kecil. Rasanya seperti dilempar pada zaman dahulu. Apalagi saat malam hari suasananya benar – benar hening, beda sekali waktu saya kesini untuk kedua kalinya, mana siang hari, pas bulan Ramadhan dan pada hari Minggu, suasana makam hiruk - pikuk dan macet karena terlalu banyak peziarah dan kebanyakan ibu – ibu dengan anak kecil yang semenjak dari pelataran parkir memborong semua dokar untuk menuju ke makam. Haaahh, naik ojek deh jadinya :D

Agak bawah dari Makam Sunan Giri terdapat makam Sunan Prapen, cucu dari Sunan Giri dan dibawah pemerintahan Sunan Prapen inilah Kerajaan Giri Kedaton berada pada masa keemasannya. Karena dikejar waktu, maka sayang sekali saya tidak bisa mengunjungi makam tersebut.

 Peta Wisata dan Jalur Angkot Gresik (Klik Untuk Memperbesar)

Perlu diingat juga, seperti makam wali lainnya, kita dilarang memfoto makam Sunan Giri, beda dengan Makam Sunan Ampel, banyak petugas yang hilir mudik disekitar makam. Walaupun bisa mencuri kesempatan, alangkah baiknya untuk menghormati keyakinan masyarakat disana.

makam sunan giri

Makam Sunan Giri


Hm, Makam Sunan Giri terletak di Bukit Giri, Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Bacpacker ke Makam Sunan Giri
  >  Untuk kesini, dari arah Surabaya bisa naik bus jurusan Gresik. Dari Terminal Gresik bisa naik angkot menuju Makam Sunan Giri.
  >  Dari pelataran parkir, untuk menuju makam bisa menggunakan ojek, dokar atau jalan kaki mendaki ratusan anak tangga ke atas bukit
Sejarah Singkat
            Sunan Giri yang juga bernama Raden paku lahir di Blambangan pada tahun 1442. Sunan Giri sendiri merupakan anak dari Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi
Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan Majapahit.
            Maulana Ishaq yang menjadi ulama di Pasai menyuruh Raden Paku mendirikan pesantren di Gresik. Pesantren tersebut bernama Giri kedaton dan terletak di Bukit Giri. Giri sendiri berarti Gunung. Raden paku mengangkat dirinya sebagai pemimpin bergelar Prabu Satmata, atau Sunan Giri I. Lama – kelamaan Pesantren Giri Kedaton semakin berkembang dan menjadi Kerajaan Islam kecil yang tetap bernama Giri Kedaton.
 
            Sunan Giri sendiri merupakan murid dari Sunan Ampel. Selain mendakwah, Sunan Giri menciptakan beberapa kesenian, diantaranya adalah permainan anak Jelungan, Lir - Ilir dan Cublak – Cublak Suweng, serta beberapa gending seperti Asmaradana  dan Pucung. Sayang sekali, beberapa diantaranya terancam punah seperti permainan tradisonal yang sekarang jarang dimainkan oleh anak – anak, bahkan banyak yang tak tahu permainan tersebut (tahunya cuma main PS aja).
Makam Sunan Giri Kini
            Seperti makam walisongo lainnya, disini telah tersedia tempat parkir khusus bus peziarah dan wisatawan. Seperti yang saya ulas diatas, Makam Sunan Giri berada di atas bukit, maka dari itu dari tempat parkir kita harus berjalan mendaki keatas. Jangan khawatir capek, karena disini banyak tersedia dokar atau ojek yang siap mengantar wisatawan ke makam. Tarif ojek Rp 2.000,- sekali jalan dan dokar ± Rp 10.000,- untuk perjalanan turunnya, tergantung juga berapa kita menawar dan seberapa banyak penumpangnya (jika perjalanan naik, maka harganya lebih mahal).
            Sehabis naik ojek atau dokar, kita harus naik anak tangga lagi untuk menuju makam. Di sepanjang anak tangga banyak terdapat pedagang makanan dan cinderamata serta yang tak ketinggalan adalah para pengemis yang menyemut.
            Diantara anak tangga ini terdapat gapura bentar dari batu bata dengan hiasan gunungan di kaki gapura serta terdapat patung singa dalam keadaan aus (rusak). Di anak tangga ini terdapat banyak pohon, diantaranya pohon asam yang dari penuturan penduduk setempat merupakan pohon asam yang ditanam Sunan Giri kala masih hidup. Bahkan, masyarakat sekitar berujar bahwa mereka tidak berhak atas tanah di sekitar Makam Sunan Giri dan tanah tersebut masih milik Sunan Giri. Sekarang, daerah di sekitar makam Sunan Giri dikelola oleh Yayasan Sunan Giri, tapi apakah pemilik yayasan merupakan penerus dari Giri Kedaton setelah serangan VOC tahun 1680 yang membuat Kerajaan Giri Kedaton berakhir, hm, perlu banyak tanya lagi….

            Makam Sunan Giri sendiri berada di dalam cungkup yang dihiasi banyak ornamen dengan motif sulur tanaman. Pintu masuk makam dibuat rendah sehingga pengunjung harus merunduk agar tidak terbentur. Hal ini disengaja sebagai penghormatan kepada Sunan Giri. 

Komplek Makam Sunan Giri berada pada teras paling tinggi dan dikelilingi banyak makam lainnya. Sebagai pembatas antar teras digunakan batu bata dan rongganya diisi batu koral. Hal ini mengingatkan saya akan Candi Gembirowati di Yogyakarta dan Makam Sunan Drajat.
Beberapa oleh – oleh yang banyak dijajakan adalah keripik bayam. Bayam dibalut tepung dan digoreng kering, hasilnya mirip rempeyek dan rasanya keras di beberapa bagian (tidak disarankan sebagai oleh – oleh untuk kakek dan nenek di rumah :P ). Bisa juga membeli aneka makanan tradisonal khas Gresik. Karena berada di tempat wisata, harganya diberandol agak tinggi padahal jumlahnya sedikit dan kecil – kecil.
Hal paling berkesan disini adalah saat naik dokar malam hari dengan penerangan lampu teplok kecil. Rasanya seperti dilempar pada zaman dahulu. Apalagi saat malam hari suasananya benar – benar hening, beda sekali waktu saya kesini untuk kedua kalinya, mana siang hari, pas bulan Ramadhan dan pada hari Minggu, suasana makam hiruk - pikuk dan macet karena terlalu banyak peziarah dan kebanyakan ibu – ibu dengan anak kecil yang semenjak dari pelataran parkir memborong semua dokar untuk menuju ke makam. Haaahh, naik ojek deh jadinya :D

Agak bawah dari Makam Sunan Giri terdapat makam Sunan Prapen, cucu dari Sunan Giri dan dibawah pemerintahan Sunan Prapen inilah Kerajaan Giri Kedaton berada pada masa keemasannya. Karena dikejar waktu, maka sayang sekali saya tidak bisa mengunjungi makam tersebut.

 Peta Wisata dan Jalur Angkot Gresik (Klik Untuk Memperbesar)

Perlu diingat juga, seperti makam wali lainnya, kita dilarang memfoto makam Sunan Giri, beda dengan Makam Sunan Ampel, banyak petugas yang hilir mudik disekitar makam. Walaupun bisa mencuri kesempatan, alangkah baiknya untuk menghormati keyakinan masyarakat disana.

makam sunan giri

Makam Sunan Giri


Hm, Makam Sunan Giri terletak di Bukit Giri, Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Bacpacker ke Makam Sunan Giri
  >  Untuk kesini, dari arah Surabaya bisa naik bus jurusan Gresik. Dari Terminal Gresik bisa naik angkot menuju Makam Sunan Giri.
  >  Dari pelataran parkir, untuk menuju makam bisa menggunakan ojek, dokar atau jalan kaki mendaki ratusan anak tangga ke atas bukit
Sejarah Singkat
            Sunan Giri yang juga bernama Raden paku lahir di Blambangan pada tahun 1442. Sunan Giri sendiri merupakan anak dari Maulana Ishaq yang menikah dengan Dewi
Sekardadu, yaitu putri dari Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir kekuasaan Majapahit.
            Maulana Ishaq yang menjadi ulama di Pasai menyuruh Raden Paku mendirikan pesantren di Gresik. Pesantren tersebut bernama Giri kedaton dan terletak di Bukit Giri. Giri sendiri berarti Gunung. Raden paku mengangkat dirinya sebagai pemimpin bergelar Prabu Satmata, atau Sunan Giri I. Lama – kelamaan Pesantren Giri Kedaton semakin berkembang dan menjadi Kerajaan Islam kecil yang tetap bernama Giri Kedaton.
 
            Sunan Giri sendiri merupakan murid dari Sunan Ampel. Selain mendakwah, Sunan Giri menciptakan beberapa kesenian, diantaranya adalah permainan anak Jelungan, Lir - Ilir dan Cublak – Cublak Suweng, serta beberapa gending seperti Asmaradana  dan Pucung. Sayang sekali, beberapa diantaranya terancam punah seperti permainan tradisonal yang sekarang jarang dimainkan oleh anak – anak, bahkan banyak yang tak tahu permainan tersebut (tahunya cuma main PS aja).
Makam Sunan Giri Kini
            Seperti makam walisongo lainnya, disini telah tersedia tempat parkir khusus bus peziarah dan wisatawan. Seperti yang saya ulas diatas, Makam Sunan Giri berada di atas bukit, maka dari itu dari tempat parkir kita harus berjalan mendaki keatas. Jangan khawatir capek, karena disini banyak tersedia dokar atau ojek yang siap mengantar wisatawan ke makam. Tarif ojek Rp 2.000,- sekali jalan dan dokar ± Rp 10.000,- untuk perjalanan turunnya, tergantung juga berapa kita menawar dan seberapa banyak penumpangnya (jika perjalanan naik, maka harganya lebih mahal).
            Sehabis naik ojek atau dokar, kita harus naik anak tangga lagi untuk menuju makam. Di sepanjang anak tangga banyak terdapat pedagang makanan dan cinderamata serta yang tak ketinggalan adalah para pengemis yang menyemut.
            Diantara anak tangga ini terdapat gapura bentar dari batu bata dengan hiasan gunungan di kaki gapura serta terdapat patung singa dalam keadaan aus (rusak). Di anak tangga ini terdapat banyak pohon, diantaranya pohon asam yang dari penuturan penduduk setempat merupakan pohon asam yang ditanam Sunan Giri kala masih hidup. Bahkan, masyarakat sekitar berujar bahwa mereka tidak berhak atas tanah di sekitar Makam Sunan Giri dan tanah tersebut masih milik Sunan Giri. Sekarang, daerah di sekitar makam Sunan Giri dikelola oleh Yayasan Sunan Giri, tapi apakah pemilik yayasan merupakan penerus dari Giri Kedaton setelah serangan VOC tahun 1680 yang membuat Kerajaan Giri Kedaton berakhir, hm, perlu banyak tanya lagi….

            Makam Sunan Giri sendiri berada di dalam cungkup yang dihiasi banyak ornamen dengan motif sulur tanaman. Pintu masuk makam dibuat rendah sehingga pengunjung harus merunduk agar tidak terbentur. Hal ini disengaja sebagai penghormatan kepada Sunan Giri. 

Komplek Makam Sunan Giri berada pada teras paling tinggi dan dikelilingi banyak makam lainnya. Sebagai pembatas antar teras digunakan batu bata dan rongganya diisi batu koral. Hal ini mengingatkan saya akan Candi Gembirowati di Yogyakarta dan Makam Sunan Drajat.
Beberapa oleh – oleh yang banyak dijajakan adalah keripik bayam. Bayam dibalut tepung dan digoreng kering, hasilnya mirip rempeyek dan rasanya keras di beberapa bagian (tidak disarankan sebagai oleh – oleh untuk kakek dan nenek di rumah :P ). Bisa juga membeli aneka makanan tradisonal khas Gresik. Karena berada di tempat wisata, harganya diberandol agak tinggi padahal jumlahnya sedikit dan kecil – kecil.
Hal paling berkesan disini adalah saat naik dokar malam hari dengan penerangan lampu teplok kecil. Rasanya seperti dilempar pada zaman dahulu. Apalagi saat malam hari suasananya benar – benar hening, beda sekali waktu saya kesini untuk kedua kalinya, mana siang hari, pas bulan Ramadhan dan pada hari Minggu, suasana makam hiruk - pikuk dan macet karena terlalu banyak peziarah dan kebanyakan ibu – ibu dengan anak kecil yang semenjak dari pelataran parkir memborong semua dokar untuk menuju ke makam. Haaahh, naik ojek deh jadinya :D

Agak bawah dari Makam Sunan Giri terdapat makam Sunan Prapen, cucu dari Sunan Giri dan dibawah pemerintahan Sunan Prapen inilah Kerajaan Giri Kedaton berada pada masa keemasannya. Karena dikejar waktu, maka sayang sekali saya tidak bisa mengunjungi makam tersebut.

 Peta Wisata dan Jalur Angkot Gresik (Klik Untuk Memperbesar)

Perlu diingat juga, seperti makam wali lainnya, kita dilarang memfoto makam Sunan Giri, beda dengan Makam Sunan Ampel, banyak petugas yang hilir mudik disekitar makam. Walaupun bisa mencuri kesempatan, alangkah baiknya untuk menghormati keyakinan masyarakat disana.

air terjun grojogan sewu

Air Terjun Grojogan Sewu


Air Terjun Grojogan Sewu

Hm, Air Terjun Grojogan Sewu, sebuah air terjun dengan panorama hutan alami di kaki Gunung Lawu, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Bacpacker ke Air Terjun Grojogan Sewu

Untuk menuju ke Grojogan Sewu sangat gampang sekali, apalagi merupakan daerah wisata andalan Kabupaten Karanganyar.

    > Jika dari Solo, kita bisa naik bus jurusan Tawangmangu dan akan dikenakan biaya sebesar Rp 7.000,- s/d Rp 8.000,- Lebih gampangnya, liat aja daftar tarif bus yang banyak disebar di beberapa titik di Terminal Tirtonadi, Solo.

    >  Kita akan turun di Terminal Tawangmangu yang merupakan terminal terakhir, dari sini, kita bisa berjalan kaki sejauh satu kilometer menuju air terjun dengan jalanan yang menanjak naik. Gampangnya, kita bisa naik angkot menuju air terjun seharga Rp 3.000,-

    >  Biaya retribusi Grojogan Sewu Rp 6.000,-

Untuk menuju air terjun, dari loket retribusi kita akan menuruni ratusan anak tangga menuju kebawah. Dalam perjalanan ini, deru air terjunpun bisa terdengar dengan jelas. Air terjunnya sendiri berada di dalam Hutan Wisata Grojogan Sewu yang memiliki luas 20 Ha. Jadi, dalam perjalanan menuju air terjun, kesan sejuk sangat terasa karena banyaknya pepohonan di kanan – kiri jalan.

Dalam perjalanan ini pula, kita bisa menemukan banyak sekali kera. Kera – kera tersebut merupakan  nilai tambahan dalam areal wisata ini. Namun, perlu diingat pula bahwa kera – kera tersebut juga mendapat predikat buruk ! Kera – kera di Grojogan Sewu suka sekali menyambar makanan yang dibawa pengunjung. Jika kita tidak awas, maka bisa amblas (habis) makanan kita. Bahkan, kera – kera tersebut juga sangat tertarik apa yang disebut dengan TAS. Yup, karena memang kebanyakan makanan dimasukan ke dalam tas, entah tas keresek atau tas ransel,jadi jagalah tas anda selalu dan jangan ditaruh sembarangan karena kera – kera tersebut seperti terhipnotis jika melihat tas tergeletak begitu saja (seperti pengalaman saya). Sewaktu disini, saya sempat melihat pertarungan sengit antara Manusia Vs Kera dalam memperebutkan tas dengan hasil akhir tas yang sobek (dan manusialah pemenangnya).

Air terjun Grojogan Sewu memiliki tinggi 81 meter, merupakan air terjun tertinggi ke-12 di Indonesia dan sekaligus menjadikannya air terjun tertinggi se-jawa Tengah. Untuk melihat air terjun dari dekat sebenarnya sudah ada larangannya, tapi banyak sekali yang nekat untuk melihatnya lebih dekat dan kita harus melewati bebatuan yang licin, apalagi hari itu mendung menggelayut dan gerimispun datang.

Walaupun bernama seribu (sewu = seribu), kenyataannya hanya ada satu air terjun utama dan beberapa air terjun kecil yang mengalir disekitar air terjun utama. Namun, pemandangan di sekitar air terjun sangat menarik daripada Air terjun Sedudo di Nganjuk yang hutannya banyak yang gundul.

Di sekitar air terjun banyak sekali pedagang makanan,terutama sate kelinci dan sate ayam. Di sini juga ada kolam renangnya dengan air khas pegunungan yang dingin. Selain itu, kita juga bisa mencoba flying fox dengan biaya Rp 10.000,- dan setelahnya kita dapat menyeberangi sungai dengan lewat jembatan gantung dari tali. Tertarik juga nyobain flying fox,ternyata………..datar…………adrenalin kurang terpacu, maklum, sering nyobain roller coaster walaupun dalam ukuran mini.

Perjalanan paling menantang adalah perjalan kembalinya ! Setelah menuruni ratusan anak tangga, maka sekarang giliran kita menaikinya. Capek ? tentu saja ! Tapi tenang saja, dibeberapa titik telah dibangun gazebo buat istirahat sementara. Kali ini, tugas saya membawa semua beban berat seperti tas ransel dan tanpa istirahat, saya berjalan mendaki meninggalkan dua orang yang berleha – leha di bawah [merasa dosa juga]. Takut capek ? kita bisa naik kuda dari air terjun menuju pelataran parkir.

Air terjun Grojogan Sewu

      Jika ingin bermalam,tak usah bingung, ada banyak hotel disini, letaknya di jalan – jalan kampung, tinggal sesuaikan budget aja. Jika sempat, jangan lupa kunjungi Situs Menggung yang terkenal akan bunga hiasnya dan tradisi Dhukutan.

air terjun jumog

Air Terjun Jumog


Air Terjun Jumog

Hm, Air Terjun Jumog, The Lost Paradise. Terdengar seperti film Box Office yang sangat menjanjikan. Nyatanya The Lost paradise bukan merupakan tagline sebuah film, namun merupakan tagline dari sebuah kawasan wisata di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.


Bacpacker ke Air terjun Jumog

   >  Cukup mudah jika ingin ke air terjun Jumog, apalagi banyak papan petunjuk jalannya. Caranya sama dengan pergi ke Candi Sukuh. Berhubung angkutan umum tak lewati air terjun ini, kita bisa turun di pertigaan nglorog dan naik ojek ke tempat ini. Biaya sekali jalan Rp 5.000,- biaya yang sama untuk menuju ke Candi Sukuh.

   >  Jika memiliki waktu panjang, lebih baik menyempatkan juga ke Candi Sukuh dan Candi Ceto dengan biaya Rp 50.000,- PP termasuk juga air terjun Jumog.
   >  Biaya retribusi Rp 3.000,-
Saya memang kepingin ke air terjun ini, maklum ga ada air terjun di kota, apalagi melihat gambar air terjunnya yang menjanjikan ketika browsing di internet. Maka jika waktu memungkinkan “harus” ke air terjun ini.

Jarak ke air terjun Jumog tak begitu jauh dari Candi Sukuh serta lebih dekat daripada Air Terjun Parang Ijo yang berada di utara Candi Sukuh. Namun, berhubung ke Candi Planggatan lebih dahulu dan mas ojeknya mengiklankan Telaga Madirdo, maka kami bertiga malah mengambil jalan berputar yang jauh untuk menuju air terjun ini.

Lagi – lagi kami menjadi pengunjung yang pertama yang datang ke air terjun Jumog, padahal masih jam sembilan pagi. Biaya retribusi untuk masuk ke air terjun ini adalah Rp 3.000,- Ternyata, air terjunnya berada di bawah dan kamipun harus turun ke bawah. Turunnya lumayan jauh juga, namun tidak sejauh Grojogan Sewu. Ini berarti naiknya melelahkan dan memakan waktu, padahal belum ke Candi Ceto. 

Saat turun menapaki anak tangga ini, bunyi gemuruh air terjun sudah terdengar, tapi air terjunnya masih belum kelihatan. Setelah turun, ada kolam renang dangkal dengan perosotan yang berjumlah banyak. Persotan berwarna – warni ini pastinya menarik perhatian anak kecil. Adikkupun terpesona olehnya. Karena tak ada waktu, langung aja bergerak menuju air terjunnya yang ternyata masih harus berjalan lumayan jauh dari anak tangga.

Air Terjun Jumog memiliki tinggi 60 meter, kalah 20 meter dari Grojogan Sewu dan arah terjunnya air bercabang dua. Ada 2 jalan menuju air terjun. Jalan pertama becek dan berada di bawah tebing. Jalan kedua agak panjang dan memutar serta melewati beberapa jembatan. Ternyata jalan pertama pernah terkena longsor bulan April lalu dan jalan kedua merupakan jalan alternatifnya yang lebih bagus dan nyaman daripada jalan kedua.

Jalan menuju air terjun sejalur dengan sungai kecil yang alirannya berasal dari air terjun. Sungainya berair jernih, dangkal dan masih terdapat beberapa batu alamnya. Seringkali jalannya bercabang menuju ke sungai sehingga kita bisa bermain air disana tanpa takut tenggelam karenanya walaupun kita berada di tengah sungai :D.

Dari kejauhan buih – buih air terjun sudah menerpa kita. Semakin mendekat, semakin basah kita. Aliran air terjunnya memang deras. Hanya beberapa menit berada di sekitar air terjun sudah mampu bikin pakaian basah !!

Lama tak melihat air terjun secara langsung membuat kita bertiga terpana karenanya. Apalagi daerah disekitar air terjun benar – benar masih hijau, apalagi ada larangan menebang tanaman secara sembarangan.

Sayangnya, satu – satunya hal menggangu adalah banyaknya sampah di bebatuan di sekitar air terjun. Alangkah baiknya jika pengunjung mebuang sampah pada tempatnya, apalagi banyak tempat sampah bertebaran di lokasi air terjun. Gazebo – gazebo kecil di sepanjang jalan menambah daya tarik sendiri karena kita bisa beristirahat sambil menikmati indahnya air terjun dalam sudut pandang yang kita suka, walalupun gazebo di dekat air terjun tidak dapat membuat kita merasa nyaman, karena gazebonya sendiri seperti habis diguyur hujan tanpa hentinya !!

Puas menikmati air terjun, jangan lewatkan masakan khas daerah pegunungan, apalagi kalau bukan sate kelinci. Banyak sekali pedagang sate kelinci ini, mulai dari pelataran parkir di atas, sampai warung - warung di sepanjang jalan menuju air terjun. Kami memilih warung yang terdekat dengan air terjun dan juga merupakan satu – satunya warung yang buka pada hari itu [di pelataran parkir juga baru ada satu warung yang buka].

                                                      Sate Kelinci

Seporsi sate kelinci berisi 10 tusuk sate dan lontong, harus ditebus seharga Rp 7.000,- bagi yang ga tega memakan hewan imut ini, maka dapat dipastikan setiap pedagang sate kelinci pasti juga berjualan sate ayam. Harga sate ayam dipatok lebih murah, yaitu senilai Rp 6.000,-

Entah harus bilang seperti apa mengenai daging kelinci ini. Selain dagingnya kecil, rasanya hampir mirip – mirip rasa daging ayam. Rasanya sangat jauh dari apa yang orang – orang katakana. Atau mungkin lidahku aja yang ga peka ?! Beda selera mungkin !!

Perut kenyang dan sudah jam sepuluh pagi dan pasangan sejoli mulai berdatangan kemari, itu saatnya mengakhiri wisata di air terjun Jumog. Masalahnya adalah perjalanan kembali membuat kita harus menapaki ratusan tangga kembali. Berhubung kasihan sama ibu dan adik, maka tas – tas mereka yang berat saya bawakan. Tapi, sayalah yang tiba duluan di atas dibanding mereka berdua !!

Melihat ibu saya kecapaian, membuat bapak – bapak petugas ga tega. Jadinya mereka mempersilahkan kami melewati “pintu ajaib” yang langsung menembus pelataran parkir [untuk menuju pelataran parkir sebenarnya harus naik lagi].

                                          Air Terjun Jumog - The Lost Paradise

Air Terjun Jumog, entah apa makna dari kata – kata itu. Saya sendiri tidak menemukan adanya papan informasi mengenai air terjun ini, mengenai namanya dan legendanya [atau saya yang kurang jeli ya ?!]. Yang jelas, inilah sepotong surga yang diciptakan Tuhan untuk mewarnai tanah Karanganyar yang kaya ini.